Selasa, 21 Februari 2012

Makna Balik Kalimat Terserah yang Diucapkan Cewek

Makna Balik Kalimat Terserah yang Diucapkan Cewek. Satu judul artikel dari seorang teman yang di kirimkan melalui salah satu jejaringan sosial , yakni Facebook.
Enjoy Reading :D

Jadi gini, dalam pertemanan maupun percintaan dengan seorang wanita kata-
kata terserah sering kali diucapkan dalam berbagai situasi.Kita sudah sepakat sebelumnya kalau cewe itu lebih rumit dari aljabar kan ya?Nah pengaplikasian kata

"terserah"

ini juga bisa berbeda-beda arti,tergantung dari situasi dan kondisi kata tersebut terlontar.

Misalnya gini:

Situasi 1

Sedang kencan, pulang jemput kuliah/kerja,belum makan,perut keroncongan.

Cewek : Aduh aku laper banget.
Cowok : Mau makan dulu?
Cewek : Boleh
Cowok : Mau makan apa?
Cewek : Terserah.
Cowok : *masuk ke warteg*
Cewek : *merengut, judes, uring-uringan,makanannya ga diabisin diem sepanjang jalan pulang*

Kalian pasti berpikir dong, kenapa nih kok jadi ngambek?

Ketika ditanya kenapa,
jawabnya gapapa tapi
manyunnya kayak ngegepin kamu selingkuh.

Kenapa sih? Ternyata Ini

Artinya :

Tawarin dulu dong
beberapa jenis makanan, jangan langsung main belok ke warteg. Terus kok warteg sih ih.
Gak romantis banget,Aku kan pengen steak Candle light dinner kalo bisa.Ih kok ga ditawarin sih. Ih. Paling gak tawarin kek. Ih.

Situasi 2

Lagi sayang-sayangan ditelpon,Terus hape kamu yg satu lagi bunyi.Anak-anak ngajakin main futsal Jumat sore terus lanjut tanding PS 2012 atau FIFA 12 di rumah siJono sampe pagi

Mumpung lagi telponan sama si pacar sekalian bilang deh.

Cowok : Aku besok sore main sama anak-anak ya.
Cewek : Main apa *nada curiga*
Cowok : Futsal terus lanjut main ps di rumah Jono. Nginep.
Cewek : Terserah *nada dingin*
Cowok : Ok
Cewek : Eh udahan dulu ya aku disuruh mama nimba. *klik tutup telpon*

Hah? Apaan nih kok tutup telpon gak pake sapa-sayang-kamu-aku-sayang-kamu- cium-dulu-dong-kamu-aja-yang-tutup-
telpon-ga-mau-kamu-aja-ah?

Abis itu status fb dan twitternya galau-galau, semacam 'cowok sama aja semuanya' atau 'I can do
better without you!' woh woh

Kenapa nih?

Ternyata Ini Artinya:

Kok bikin rencana sendiri sih? Gak nanya dulu aku besok mau kemana? Siapa tau aku mau ajak nonton.

Siapa tau aku mau nyalon? Belanja?

Terus yg jemput siapa? Ih. Jumat malam basi dong? Ih.
Terus main sama si Jono lagi. Kan dia tau aku gak suka si Jono Bau ketek Ntar si bebeb ketularan bau ketek si Jono lagi kalo pake nginep segala. Ih.

Situasi 3

Si cewek akan berulang tahun minggu depan.

Kamu bingung mau kasih kado apa.
Tanya aja lah ya biar ga ribet nebak-nebak dia lagi mau apa.

Cowok : Kamu mau kado apa?
Cewek : Terserah *sambil tersipu-sipu*
Cowok : hmmmm

Pas dia ulang tahun kamu kasih jaket.Abis kan dia suka pake tengtop dan hotpants, biar gak masuk angin. Biar kalo dia pake
jaket itu jadi menghangatkan dirinya.Kayak kamu yang lagi meluk dia.Oh sungguh romantis.

Eh tapi kok dia ga
antusias pas buka kado kamu Cuma bilang makasih Gak langsung dipake jaketnya Malah main henpon Manyun.

Ternyata Ini Artinya:

Heh? Jaket? Indonesia
panas kali Terus ini kok modelnya kayak jumper cowo gini sih? Lagian sejak kapan sih aku suka pake jaket? Surprisenya mana?
Cokelatnya mana? Bunga? Candle light dinner? Tiket ke Bali PP + Akomodasi?

Situasi 4

Memutuskan mau kencan kemana dan ngapain.

Cowok : Kita mau jalan-jalan kemana besok?
Cewek : Terserah
Cowok : Nonton?
Cewek : Terserah
Cowok : Makan sushi? Kan kamu ngidam tuh katanya kemarin
Cewek : Terserah
Cowok : Di rumah kamu aja nonton dvd?
Cewek : Terserah Dengan inisiatif tinggi kamu memilih pilihan
terakhir.

Terserah kan berarti yang mana aja sama kan? Ya kan?

Besoknya kamu datang kaosan celana pendekan bawa tumpukan dvd bajakan. Dia manyun. Lah?Gimana? Katanya terserah, kok pundung?

Ternyata Ini Artinya: Nonton dan sushi lah.Udah tau aku pengen sushi. Ah gimana sih?Ih. Masak pacaran di rumah. Katanya jalan-
jalan. Kemana kek gitu,pantai. Heu.

Jangan tanya apa yang harus kalian lakukan kalau mendapat kata terserah dari cewe.Karena artikel ini cuma pengen ngasih tau artinya. Bukan solusinya Karena
sesungguhnya dibalik kerumitan memahami cewe, disitu justru letak serunya. Semoga berhasil!!

Jumat, 10 Februari 2012

Kisah Kakak & Adik

 Sore itu ketika membuka akun facebook ku . Kulihat pesan dari grup Alumni sekolahku . Di sana tertulis " Kisah seorang kakak & adik Sebuah Kisah untuk kita renungkan dan jadikan motivasi. ( Jangan Menangis .... )" 
Sejenak aku menggumam ,jangan menangis? apa maksudnya. aku tak merasa segampang itu akan menangis . Dan untuk alasan apakah aku harus menangis ? Untuk membuktikan isi tulisan itu aku memutuskan untuk membacanya. Kuliaht tulisan itu cukup panjang, terlebih lagi aku membuka akun fb melalui telepon genggamku, sedikit menyurutkan keinginanku saat itu namun mataku sudah lebih dulu menyapu baris demi baris tulisan panjang yang membuatku penasaran.
 baris demi baris ku baca dengan seksama, ya ampun ... pipiku basah.. hah? aku sedikit terkejut dan semakin larut dalam ribuan kata yang telah ku baca. Cerita ini sungguh mengharukan teman! karena itu saya berniat membagi cerita ini pada kalian semua. Mari kita baca... :D



Kisah seorang kakak & adik Sebuah Kisah untuk kita renungkan dan jadikan motivasi. ( Jangan Menangis .... )


Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku. Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya, aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu ditangannya. “Siapa yang mencuri uang itu?” Beliau bertanya. Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan, “Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!”

Dia mengangkat tongkat bambu itu tinggi-tinggi. Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata, “Ayah, aku yang melakukannya!”

Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus-menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas.

Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi, “Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal

memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!” Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata, “Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi.”

Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.

Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk ke sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus.

Saya mendengarnya memberengut, “Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik… hasil yang begitu baik…” Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas, “Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?” Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata, “Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah cukup membaca banyak buku. ” Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya. “Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya? Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!” Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata, “Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini.”

Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas.Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku: “Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimimu uang.” Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20. Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai

ke tahun ketiga (di universitas).

Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan, “Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana! “Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya, “Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?” Dia menjawab, tersenyum, “Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu?” Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku, “Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga!

Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu…” Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan, “Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu.” Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis. Tahun itu, ia berusia 20. Aku 23.

Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku. “Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!”

Tetapi katanya, sambil tersenyum, “Itu adalah adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu..”

Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus, seratus jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan

sedikit saleb pada lukanya dan mebalut lukanya. “Apakah itu sakit?” Aku menanyakannya. “Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan…” Ditengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata mengalir deras turun ke wajahku.

Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26.

Ketika aku menikah, aku tinggal di kota. Banyak kali suamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga, mengatakan, “Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan menjaga ibu dan ayah di sini.” Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai manajer pada departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut.

Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi. Suatu hari, adikku di atas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah sakit. Suamiku dan aku pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu, “Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?”

Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya. “Pikirkan kakak ipar–ia baru saja jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan dikirimkan?” Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah, “Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!”

“Mengapa membicarakan masa lalu?” Adikku menggenggam tanganku. Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29. Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya, “Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?” Tanpa bahkan berpikir ia menjawab, “Kakakku.”

Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat. “Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Suatu hari, saya kehilangan satu dari sarung tanganku. Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sendoknya. Sejak hari itu, saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan baik kepadanya.”

Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku. Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku, “Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih adalah adikku.” Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan perayaan ini, air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.

» Bisakah kita memiliki jiwa besar seperti si adik yang seperti dalam cerita, … tapi bagaimanapun, yang namanya Saudara patut kita jaga dan kita hormati, apakah itu seorang adik atau seorang kakak. Karena apa arti hidup kalau tidak bisa membahagiakan sodara dan keluarga kita.

Total Tayangan Laman

Selasa, 21 Februari 2012

Makna Balik Kalimat Terserah yang Diucapkan Cewek

Makna Balik Kalimat Terserah yang Diucapkan Cewek. Satu judul artikel dari seorang teman yang di kirimkan melalui salah satu jejaringan sosial , yakni Facebook.
Enjoy Reading :D

Jadi gini, dalam pertemanan maupun percintaan dengan seorang wanita kata-
kata terserah sering kali diucapkan dalam berbagai situasi.Kita sudah sepakat sebelumnya kalau cewe itu lebih rumit dari aljabar kan ya?Nah pengaplikasian kata

"terserah"

ini juga bisa berbeda-beda arti,tergantung dari situasi dan kondisi kata tersebut terlontar.

Misalnya gini:

Situasi 1

Sedang kencan, pulang jemput kuliah/kerja,belum makan,perut keroncongan.

Cewek : Aduh aku laper banget.
Cowok : Mau makan dulu?
Cewek : Boleh
Cowok : Mau makan apa?
Cewek : Terserah.
Cowok : *masuk ke warteg*
Cewek : *merengut, judes, uring-uringan,makanannya ga diabisin diem sepanjang jalan pulang*

Kalian pasti berpikir dong, kenapa nih kok jadi ngambek?

Ketika ditanya kenapa,
jawabnya gapapa tapi
manyunnya kayak ngegepin kamu selingkuh.

Kenapa sih? Ternyata Ini

Artinya :

Tawarin dulu dong
beberapa jenis makanan, jangan langsung main belok ke warteg. Terus kok warteg sih ih.
Gak romantis banget,Aku kan pengen steak Candle light dinner kalo bisa.Ih kok ga ditawarin sih. Ih. Paling gak tawarin kek. Ih.

Situasi 2

Lagi sayang-sayangan ditelpon,Terus hape kamu yg satu lagi bunyi.Anak-anak ngajakin main futsal Jumat sore terus lanjut tanding PS 2012 atau FIFA 12 di rumah siJono sampe pagi

Mumpung lagi telponan sama si pacar sekalian bilang deh.

Cowok : Aku besok sore main sama anak-anak ya.
Cewek : Main apa *nada curiga*
Cowok : Futsal terus lanjut main ps di rumah Jono. Nginep.
Cewek : Terserah *nada dingin*
Cowok : Ok
Cewek : Eh udahan dulu ya aku disuruh mama nimba. *klik tutup telpon*

Hah? Apaan nih kok tutup telpon gak pake sapa-sayang-kamu-aku-sayang-kamu- cium-dulu-dong-kamu-aja-yang-tutup-
telpon-ga-mau-kamu-aja-ah?

Abis itu status fb dan twitternya galau-galau, semacam 'cowok sama aja semuanya' atau 'I can do
better without you!' woh woh

Kenapa nih?

Ternyata Ini Artinya:

Kok bikin rencana sendiri sih? Gak nanya dulu aku besok mau kemana? Siapa tau aku mau ajak nonton.

Siapa tau aku mau nyalon? Belanja?

Terus yg jemput siapa? Ih. Jumat malam basi dong? Ih.
Terus main sama si Jono lagi. Kan dia tau aku gak suka si Jono Bau ketek Ntar si bebeb ketularan bau ketek si Jono lagi kalo pake nginep segala. Ih.

Situasi 3

Si cewek akan berulang tahun minggu depan.

Kamu bingung mau kasih kado apa.
Tanya aja lah ya biar ga ribet nebak-nebak dia lagi mau apa.

Cowok : Kamu mau kado apa?
Cewek : Terserah *sambil tersipu-sipu*
Cowok : hmmmm

Pas dia ulang tahun kamu kasih jaket.Abis kan dia suka pake tengtop dan hotpants, biar gak masuk angin. Biar kalo dia pake
jaket itu jadi menghangatkan dirinya.Kayak kamu yang lagi meluk dia.Oh sungguh romantis.

Eh tapi kok dia ga
antusias pas buka kado kamu Cuma bilang makasih Gak langsung dipake jaketnya Malah main henpon Manyun.

Ternyata Ini Artinya:

Heh? Jaket? Indonesia
panas kali Terus ini kok modelnya kayak jumper cowo gini sih? Lagian sejak kapan sih aku suka pake jaket? Surprisenya mana?
Cokelatnya mana? Bunga? Candle light dinner? Tiket ke Bali PP + Akomodasi?

Situasi 4

Memutuskan mau kencan kemana dan ngapain.

Cowok : Kita mau jalan-jalan kemana besok?
Cewek : Terserah
Cowok : Nonton?
Cewek : Terserah
Cowok : Makan sushi? Kan kamu ngidam tuh katanya kemarin
Cewek : Terserah
Cowok : Di rumah kamu aja nonton dvd?
Cewek : Terserah Dengan inisiatif tinggi kamu memilih pilihan
terakhir.

Terserah kan berarti yang mana aja sama kan? Ya kan?

Besoknya kamu datang kaosan celana pendekan bawa tumpukan dvd bajakan. Dia manyun. Lah?Gimana? Katanya terserah, kok pundung?

Ternyata Ini Artinya: Nonton dan sushi lah.Udah tau aku pengen sushi. Ah gimana sih?Ih. Masak pacaran di rumah. Katanya jalan-
jalan. Kemana kek gitu,pantai. Heu.

Jangan tanya apa yang harus kalian lakukan kalau mendapat kata terserah dari cewe.Karena artikel ini cuma pengen ngasih tau artinya. Bukan solusinya Karena
sesungguhnya dibalik kerumitan memahami cewe, disitu justru letak serunya. Semoga berhasil!!

Jumat, 10 Februari 2012

Kisah Kakak & Adik

 Sore itu ketika membuka akun facebook ku . Kulihat pesan dari grup Alumni sekolahku . Di sana tertulis " Kisah seorang kakak & adik Sebuah Kisah untuk kita renungkan dan jadikan motivasi. ( Jangan Menangis .... )" 
Sejenak aku menggumam ,jangan menangis? apa maksudnya. aku tak merasa segampang itu akan menangis . Dan untuk alasan apakah aku harus menangis ? Untuk membuktikan isi tulisan itu aku memutuskan untuk membacanya. Kuliaht tulisan itu cukup panjang, terlebih lagi aku membuka akun fb melalui telepon genggamku, sedikit menyurutkan keinginanku saat itu namun mataku sudah lebih dulu menyapu baris demi baris tulisan panjang yang membuatku penasaran.
 baris demi baris ku baca dengan seksama, ya ampun ... pipiku basah.. hah? aku sedikit terkejut dan semakin larut dalam ribuan kata yang telah ku baca. Cerita ini sungguh mengharukan teman! karena itu saya berniat membagi cerita ini pada kalian semua. Mari kita baca... :D



Kisah seorang kakak & adik Sebuah Kisah untuk kita renungkan dan jadikan motivasi. ( Jangan Menangis .... )


Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku. Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya, aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu ditangannya. “Siapa yang mencuri uang itu?” Beliau bertanya. Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan, “Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!”

Dia mengangkat tongkat bambu itu tinggi-tinggi. Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata, “Ayah, aku yang melakukannya!”

Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus-menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas.

Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi, “Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal

memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!” Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata, “Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi.”

Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.

Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk ke sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus.

Saya mendengarnya memberengut, “Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik… hasil yang begitu baik…” Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas, “Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?” Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata, “Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah cukup membaca banyak buku. ” Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya. “Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya? Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!” Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata, “Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini.”

Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas.Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku: “Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimimu uang.” Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20. Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai

ke tahun ketiga (di universitas).

Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan, “Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana! “Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya, “Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?” Dia menjawab, tersenyum, “Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu?” Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku, “Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga!

Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu…” Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan, “Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu.” Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis. Tahun itu, ia berusia 20. Aku 23.

Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku. “Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!”

Tetapi katanya, sambil tersenyum, “Itu adalah adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu..”

Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus, seratus jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan

sedikit saleb pada lukanya dan mebalut lukanya. “Apakah itu sakit?” Aku menanyakannya. “Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan…” Ditengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata mengalir deras turun ke wajahku.

Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26.

Ketika aku menikah, aku tinggal di kota. Banyak kali suamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga, mengatakan, “Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan menjaga ibu dan ayah di sini.” Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai manajer pada departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut.

Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi. Suatu hari, adikku di atas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah sakit. Suamiku dan aku pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu, “Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?”

Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya. “Pikirkan kakak ipar–ia baru saja jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan dikirimkan?” Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah, “Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!”

“Mengapa membicarakan masa lalu?” Adikku menggenggam tanganku. Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29. Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya, “Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?” Tanpa bahkan berpikir ia menjawab, “Kakakku.”

Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat. “Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Suatu hari, saya kehilangan satu dari sarung tanganku. Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sendoknya. Sejak hari itu, saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan baik kepadanya.”

Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku. Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku, “Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih adalah adikku.” Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan perayaan ini, air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.

» Bisakah kita memiliki jiwa besar seperti si adik yang seperti dalam cerita, … tapi bagaimanapun, yang namanya Saudara patut kita jaga dan kita hormati, apakah itu seorang adik atau seorang kakak. Karena apa arti hidup kalau tidak bisa membahagiakan sodara dan keluarga kita.